Makalah Tari Gandrung Bayuwangi





A.    ASAL USUL TARI GANDRUNG

            Berdasarkan sejarahnya, tari ini berasal dari tari seblang yang bersifat pemujaan. Dari tari yang mempesona dan bersifat pe­mujaan itu, terbitlah rasa cinta dan gandrung kepadanya, dan rasa itulah yang melahirkan tari gandrung. Sekarang lebih umum dikenal sebagai tari gandrung Banyuwangi.
              Tari gandrung mula-mula berupa tarian yang mengandung nilai magik religius, dan sifat itu melahirkan batas-batas kaidah kesopanan sesuai dengan pribadi dan watak khas Banyuwangi. Dewasa ini tari gandrung Banyuwangi bersifat hiburan, berupa tari dengan gending banyuwangen. Dalam tari gandrung masih tampak sifat aslinya sebagai tari pemujaan, dan hal itu tentu banyak mempengaruhi para seniman daerah Blambangan-Ba- nyuwangi dalam  menciptakan jenis tari atau gending baru.
         Sesuai dengan profesinya, sepintas lalu penari gandrung dapat dikatakan sebagai penari bayaran. Namun sepanjang per­kembangannya belum pernah terdapat penari yang benar-benar profesional. Mereka masih tetap mempertahankan sifat-sifat amatir karena keija tetap mereka adalah sebagai buruh tani. Mereka akan meninggalkan tugas sehari-hari sebagai buruh tani apabila ada yang menghendaki untuk menari sebagai penari gandrung dalam perhelatan atau pesta. Mereka menerima “tang­gapan”, menurut istilah dialek Using.
        Seorang penari gandrung akan meninggalkan profesinya sebagai penari, apabila sudah berkeluarga. Dengan demikian dapat di­simpulkan bahwa semua penari gandrung yang masih aktif de­ngan profesinya, masih gadis atau sudah janda. Tari gandrung banyak mengandung unsur nasihat, sindiran, hiburan, dan sebagainya, baik pada jenis tariannya, maupun pada gendingnya. Gerak tari gandrung punya ci-ri khas Banyuwangi; tampak kasar tetapi indah. Irama ge-rakannya banyak ditentukan oleh corak gending yang me-ngiringinya, namun demikian, inti gerakannya tetap bersifat pemujaan terhadap dewata. Hampir semua gerak tari gan-drung yang meliputi gerak kepala, mata, leher, bahu, lengan, pinggul, dan sebagainya, ba-nyak disesuaikan dengan pu-kulan irama kendang yang khas Banyuwangi. Irama geraknya memperlihatkan persamaan dengan gerak lenong dari Jakarta,  antara lain gerakan pinggulnya, termasuk irama gending yang mengiringinya.
             Kesenian gandrung banyuwangi biasanya dilaksanakan diatas pentas ketika pesta perkawinan atau khitanan, dan berlangsung sepanjang malam. Panari gandrung biasanya menari bersama-sama, diikuti para pemaju. Penampilannya selalu didahului atau dibuka oleh tari pembuka yang biasa disebut tari jejer. Pada tari pembuka ini penari menari dan menyanyi tanpa pemaju, sebagai tanda ucapan selamat datang kepada para penonton, dan secara tradisional diiringi gending Podho Nonton. Acara inti dimulai beberapa menit setelah acara tari pembuka atau jejer diakhiri.
             Penari gandrung menari dan menyanyi di atas pentas melayani para pemaju yang telah agak lama menanti. Pemaju yang berasal dari kata maju ‘maju, bergerak’, biasanya tampil atau beringsut ke arah muka dari kalangan penonton yang ingin ber­sama-sama menari dengan penari gandrung di atas pentas, atau kadang-kadang karena mereka mendapat lemparan selendang atau sampur dari gandrung itu sendiri, kemudian bangkit dan naik ke pentas untuk menari memenuhi ajakan gandrung. Apabila ada pemaju yang berhasrat menari bersama gandrung, ia mendekati pentas, menyerahkan atau memberikan sejumlah uang kepada salah seorang pemukul gamelan pemegang keluncing, dan menyebutkan gending yang dimintanya.
           Penari gandrung melayani hasrat itu dan mulai menari bersama di atas pentas. Begitulah proses terjadinya pemaju Banyuwangi yang berlangsung bergembira menari bersama gandrung sepanjang malam. Namun dalam perkembangannya dewasa ini, mengingat nilai seni dan sifat harga diri penari gandrung itu sendiri, proses pemaju seperti itu sudah tidak terlihat lagi. Pemaju gandrung dewasa ini ber­himpun dengan baik dalam wadah Persatuan Pemaju Gandrung. Umumnya setiap himpunan lebih memperhatikan nilai tari se­hingga dengan sengaja mereka mempelajari atau membakukan jenis tari tertentu agar penampilannya di atas pentas memper­lihatkan keindahan dan keserasian. Biasanya setiap jenis gending atau tarian ditarikan oleh empat orang pemaju sekaligus agar dapat dijelmakan kaidah tari pemaju gandrung dalam etika dan estetika tari, sebab adalah tidak terpuji dan melanggar kesopan­an jika teijadi singgungan di atas pentas antara penari gandrung dan pemajunya. Pelanggaran semacam itu akan mendapat um­patan langsung dari penonton, dan mungkin dapat terjadi per­kelahian antara penabuh gamelan dan pemaju.
             Setelah acara menari dan menyanyi sepanjang malam, kira- kira menjelang fajar, acara ditutup dengan sebuah tari penutup yang biasa dikenal dengan nama tari seblangan. Pada tari pe­nutup ini, gandrung menari sambil melagukan gending khas Ba­nyuwangi seorang diri. Dia membawakan gending-gending yang bersifat romantis, erotik, religius, atau menyedihkan dan me­ngandung nasihat, seakan-akan mengingatkan penonton akan keagungan Tuhan setelah bergembira ria sepanjang malam. Se­akan-akan mengingatkan kita agar kembali kepada keluarga, tugas, dan kewajiban sehari-hari. Sering penonton menghayati­nya begitu dalam sehingga tanpa disadari air mata mengalir mem­basahi pipi.

B.     KEUNIKAN TARI GANDRUNG

1)  GERAK
a.           Titik tumpu, pada umumnya tarian Banyuwangi, bertitik tumpu pada berat badan terletak  pada tapak kaki bagian depan (jinjid).
b.           Tubuh bagian dada di dorong kedepan seperti pada tari Bali
c.         Gerak tubuh ke depan yang di sebut dengan ngangkruk
d.          Gerak persendian; terbagi dalam gerak leher, misalnya:
·    Deleg duwur, yaitu gerakan kepala dan leher yang digerakkan hanya leher bagian atas saja, gerak kepala ke kiri dan ke kanan.
·   Deleg nduwur atau dinggel, yaitu sama dengan atas hanya saja disertai dengan tolehan.
·       Deleg manthuk, yakni gerakan kepala mengangguk.
·       Deleg layangan, yaitu gerakan deleg duwur yang di sertai dengan ayunan tubuh.
·       Deleg gulu, yaitu gerakan kepala ke kiri dan ke kanan.

Di samping itu masih ada lagi gerak persendian bahu. Gerakan ini dalam tari gandrung terdiri dari:
1.      Jingket, gerakan bahu yang di gerakan ke atas kebawah atau ke samping.
2.  Egol pantat yang lombo dan kerep, yakni gerakan pantat ke kanan ke kiri mengikuti iringan musik gendang.

Sikap dan gerak jari, gerakan ini ada 3 (tiga) macam diantarannya:
1.      Jejeb yaitu posisi tiga jari merapat dan telunjuk merapat pada ibu jari.
2.      Cengkah yaitu keempat jari merapat dan ibu jari tegak kearah telapak tangan.
3.      Ngeber yaitu telapak tangan terbuka, tangan lurus sejak pangkal lengan sampai ujung jari.

Permainan sampur, merupakan komunikasi antara pria dan wanita. Dalam hal ini ada beberapa macam antara lain :
1.        Nantang, yaitu sampur di lempar ke arah penari pada gong pertama dan seterusnya.
2.        Ngiplas atau nolak kanan dan kiri satu persatu.
3.        Ngumbul, yaitu membuang ujung sampur ke atas kedalam atau keluar.
4.        Ngebyar, yaitu kedua ujung sampur di kibaskan arah ke dalam atau ke luar.
5.        Ngiwir, yaitu ujung sampur di jipit dan di getarkan.
6.        Nimpah, yaitu ujung sampur disampirkan ke lengan kanan atau kiri pada gerakan
sagah atau ngalang.

Sikap dan gerakan kaki, gerakan ini antara lain :
1. Laku nyiji
2. Laku ngloro
3. Langkah genjot
4. Langkah triol atau kerep.

2)    IRINGAN

          Musik pengiring untuk gandrung Banyuwangi terdiri dari satu buah kempul atau gong, satu buah kluncing (triangle), satu atau duabuah biola, dua buah kendhang, dan sepasang kethuk. Di samping itu, pertunjukan tidak lengkap jika tidak diiringi panjakatau kadang-kadang disebut pengudang (pemberi semangat) yang bertugas memberi semangat dan memberi efek kocak dalam setiap pertunjukan gandrung. Peran panjak dapat diambil oleh pemain kluncing. Selain itu kadang-kadang diselingi dengan saron Bali, angklung, atau rebana sebagai bentuk kreasi dan diiringi electone.

            Saron atau yang biasanya disebut juga ricik ,adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan.Dalam satu set gamelan biasanya mempunyai 4 saron, dan semuanya memiliki versi pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu.
       Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara saron 1 dan saron 2. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, ricik ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, ricik ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan.
         Dalam memainkan saron, tangan kanan memukul wilahan / le-mbaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa da-ri pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet (kata da-sar: pathet = pencet)

        Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil

            Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong seperti ini.
        Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan disebut juga Kkwaenggwari. Tetapi kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jari dan dimainkan dengan cara dipukul sebuah stik pendek. Cara memegang kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.

         Rebana adalah gendang berbentuk bundar dan pipih. Bingkai berbentuk lingkaran dari kayu yang dibubut, dengan salah satu sisi untuk ditepuk berlapis kulit kambing. Kesenian di Malaysia, Brunei, Indonesia dan Singapura yang sering memakai rebana adalah musik irama padang pasir, misalnya, gambus, kasidah dan hadroh.
        Bagi masyarakat Melayu di negeri Pahang, permainan rebana sangat populer, terutamanya di kalangan penduduk di sekitar Sungai Pahang. Tepukan rebana mengiringi lagu-lagu tradisional seperti indong-indong, burung kenek-kenek, dan pelanduk-pelanduk. Di Malaysia, selain rebana berukuran biasa, terdapat juga rebana besar yang diberi nama Rebana Ubi, dimainkannya pada hari-hari raya untuk mempertandingkan bunyi dan irama.

             Kendang, kendhang, atau gendang adalah instrumen dalam gamelan Jawa Tengah yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Instrument ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu.Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung. Untuk wayangan ada satu lagi kendhang yang khas yaitu kendhang kosek.
       Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang dengan orang lain maka akan berbeda nuansanya.
        Dengan peralatan musik atau gamelan seperti yang terbuat di atas, maka dihasilkan beberapa gending gandrung. Perbendaharaan gending-gending gandrung merupakan gending-gending klasik yang sulit diketemukan penciptanya. Gending-gending itu dapat dipilih menjadi 7 bagian yang  jumlahnya cukup banyak.Yakni,
·           Gending-gending klasik prasemi,
·         gending-gending klasik dijaman semi,
·         gending-gending seblang,
·         gending-gending sanyang,
·         gending-gending bali,
·         gending-gending jawa
·         gending-gending harah (yang terdiri dari Gending Padha Nonton,Gending Sekar Jenang Ayun-Ayun, Maenang, Ladrang, Celeng Mogok,Ugo-Ugo, Lia-Liu, Lebak-Lebak, Lindoondo Krenoan, Gagak Serta, Limar-Limir, Gandraiya, Emek-Emek, Duduk Maling, Kembang Jambe, Kelam Okan, Jaran Dawuk, Sawunggaling, Gerang Kalong, Guritan, Erang-Arang, Blabakan, Embat-Embat, Keyok-Keyok, Kosir-Kosir, Tarik Jangkar, Krimping Sawi, Condrodewi, Opak Apem).

        Sebagian gending yang terdapat berasal dari Sangyang dan Bali, seperti Gebyar-gebyur, Gulung-gulung Agung, sekar potel, Sandel sate, Surung dayung, dan Pecari putih. Sedang yang berpengaruh jawa cukup banyak, antara lain Sampak, Puspawarna, Pacung, kinanti, Angleng, Sinom, Ladrang Manis, Wida Sari, Sukmailing, Titipati, Damarkeli, ing-ing, Semarang dan masih banyak lagi.

3)    TATA BUSANA

a.      Bagian Tubuh
            Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Di bagian leher tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup tengah dada dan sebagai penghias bagian atas. Pada bagian lengan dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan ikat pinggang dan sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di bahu.

b.      Bagian Kepala

             Kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut omprok yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima] yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh rambut penari gandrung. Pada masa lampau ornamen Antasena ini tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti sayap burung. Sejak setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga menjadi yang sekarang ini. 
Selanjutnya pada mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya. Sering kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan magis.

c.       Bagian Bawah

              Penari gandrung menggunakan kain batik dengan corak bermacam-macam. Namun corak batik yang paling banyak dipakai serta menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak gajah oling, corak tumbuh-tumbuhan dengan belalai gajah pada dasar kain putih yang menjadi ciri khas Banyuwangi. Sebelum tahun 1930-an, penari gandrung tidak memakai kaus kaki, namun semenjak dekade tersebut penari gandrung selalu memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya.

d.      Lain-lain

      Pada masa lampau, penari gandrung biasanya membawa dua buah kipas untuk pertunjukannya. Namun kini penari gandrung hanya membawa satu buah kipas dan hanya untuk bagian-bagian tertentu dalam pertunjukannya, khususnya dalam bagian seblang subuh.

4)    TATA RIAS

            Diantara kesenian khas Jawa Timur ada satu lagi tari tradisional yang penuh nuansa mistis. Ternyata tidak cuma Reog Ponorogo yang dalam pagelarannya harus menggerahkan kekuatan gaib. Termasuk tarian Gandrung asal Banyuwangi. Konon para penarinya terikat oleh aturan magis.

             Dibalik gemerlap pagelaran tari Gandrung yang dibawakan wanita-wanita bertubuh sintal dan langsing, ada prosesi magis yang harus dilakukan oleh setiap penari sebelum memulai pertunjukan. Ritual khusus bernuansa magis itu sebagai persiapan penari agar dapat tampil menarik dan simpatik. Sebab, penari gandrung bukan sekedar ingin dapat memuaskan penonton, di samping itu juga berharap dapat uang tip dari orang-orang yang simpati padanya.

               Ada beberapa persyaratan khusus bagi seorang penari gandrung sebelum naik ke pentas. Pertama, adalah dalam soal merias, sang penari harus melakukannya sendiri tanpa bantuan petugas rias. Karena itu sebagai syarat utama seorang penari Gandrung yang sudah profesional, dia harus bisa menata diri sendiri, terutama memoles wajah agar dapat tampil sedemikian menarik

          Alat make-up yang digunakan tidak sembarangan, sebelum digunakan harus diberi mantera agar dapat membuat penari lebih percaya diri saat berada di atas panggung, dan penonton yang melihatnya akan terpesona setelah melihat wajah si penari. Prosesi ini memang cukup memakan waktu, di samping persiapan khusus yang harus dilakukan para penari.

               Kadang dari persiapan ini saja, rombongan penari sebelum tampil harus merogoh kocek hingga ratusan ribu hanya untuk bisa tampil memukau penonton. Sebab selain itu masih ada persyaratan lainnya, yakni disediakannya sesaji yang terdiri dari kelapa, pisang, beras, gula, ayam dan alat kinang lengkap. Semua perlengkapan tersebut kemudian diletakkan di kamar penari rias dan tempat yang tidak jauh dari penabuh gong.

        “Jangan heran kalau orang nanggap pagelaran Gandrung itu mahal, lha wong untuk persiapan tampil saja biayanya sudah besar,” ujar Marsudi, salah seorang anggota kelompok Gandrung di Banyuwangi. Tata cara persiapan lainnya, penari saat akan mengenakan kuluk (mahkota) maka terlebih dahulu membaca sebuah mantera sesuai dengan keinginannya. Itu dengan pantangan kuluk yang sudah dipakai tidak boleh dilepaskan hingga pementasan berakhir.

          Mitos cara mengenakan kuluk tersebut sangat disakralkan lantaran berkaitan langsung dengan kejadian yang akan menimpa penari. Karena itu kuluk harus dirawat dengan benar dan diletakkan di tempat yang aman. Sebab, jika ada kejadian seperti kuluk terjatuh atau terlepas sebelum pagelaran berakhir akan berakibat pada penari yang mengalami musibah

         Paling tidak selama menjadi penari dalam satu pagelaran penari gandrung harus siap selama 24 jam penuh. Pasalnya, rangkaian dari ritual mulai dari prosesi persiapan hingga akhir pagelaran mereka tidak boleh melepas pakaian khasnya sebelum dibacakan mantera dari “guru” atau orang yang dianggapnya lebih pintar. Karena itu untuk menjaga agar selama pagelaran penari tidak terganggu oleh urusan lain, semisalkan ingin buang hajat atau dirasuki rasa kantuk, mereka biasanya sudah memiliki amalan masing-masing yang diberikan oleh gurunya. Amalan tersebut akan dibaca sebelum penari naik ke pentas dan sesudah pertunjukan. 

C.     PROPERTI

          Properti yang digunakan antara lain :
a.)         Geter
b.)         Omprog
c.)         Ikat bahu, gelang
d.)         Ilat – ilat
e.)         Kepet
f.)          Pending
g.)         Otok/kemben
h.)         Renggoan werna-werna
i.)           Sembongan
j.)           Lakaran
k.)         Sampur
l.)           Lakaran batik gajah uling
m.)      Kasut



D.      PENYAJIAN

       Tarian Gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen. Kesenian ini masih satu genre dengan seperti Ketuk Tilu di Jawa Barat,  Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di BaIi, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan). Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan "paju".
   Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.

          terimakasih untuk :



1 komentar:

¯