Pengalaman backpacker ke karimun dengan budget 600 ribuan

 Ke karimun 600ribuan? Emang bisa?



Di era pandemi emang pariwisata jadi salah satu korban yang paling kena imbasnya, gimana nggak coba, lha wong jumlah wisatawannya mendadak berkurang drastis sejak awal pandemi kemarin. Namun, meskipun begitu Desember kemarin saya dan beberapa sahabat mendapatkan kesempatan mengunjungi salah satu destinasi yang terkenal akan keindahan pantainya yaitu Pulau Karimunjawa. Pulau ini terletak di bagian utara Jepara, dan termasuk wilayah Kabupaten Jepara.



Setelah melakukan survei untuk mencari informasi apakah wilayah Karimun Jawa sudah boleh dikunjungi atau belum, akhirnya kami mendapat informasi bahwa pulau tersebut sudah boleh dikunjungi. Namun dengan kuota yang lebih sedikit daripada sebelumnya. Akhirnya saya beserta rombongan (4 orang) memutuskan untuk mengisi agenda akhir tahun kami ke Pulau Karimun Jawa.

Oh iya, berhubung perjalanan ini hanya sebatas backpacker ala-ala dengan modal pas-pasan, dan tujuan utama kami cuma melepas penat dengan menikmati suasana pantainya saja, jadi kami tidak mengikuti paket wisata apapun dan tidak melakukan tour ke laut yang tersedia. Mungkin pengalaman kami ini akan memberi kalian pandangan bahwa piknik itu nggak selamanya mahal, karena yang terindah dari sebuah perjalanan adalah ketika kita bisa menikmati momen kebersamaan di tengah objek yang kita pilih sebelumnya.

Dari hasil survei melalui internet, kami diwajibkan untuk melakukan rapid tes atau swap test covid sebelum menyeberang ke pulau tujuan. Namanya juga lagi pandemi, ini jadi peraturan wajib sebagai upaya dalam pencegahan penularan covid-19. Yang artinya di sini kami harus menambah biaya yang lumayan juga. Kabar baiknya, waktu itu ada promo dari aplikasi HaloDoc yang kerjasama dengan klinik Kimia Farma di kota kami (Semarang). 

Sempat deg-degan karena takut nantinya ada yang reaktif. Kalau reaktif, berarti semua rencana ini akan batal. Namun, syukurlah hasil yang keluar menyatakan kami semua non reaktif. Tetep saja kami masih deg-degan, deg-degan karena nggak sabar liat pantainya, hehehe. Untuk harga yang harus kami bayar adalah 70,000 dari harga semula 150,000. Terima kasih HaloDoc dan Kimia Farma.😊

Untuk jadwal keberangkatan, kami putuskan untuk berangkat Rabu (16/12) dan pulang pada Jumat (18/12). Ini kami sesuaikan dengan jadwal berlayar kapal Fery Singijai (kapal ini kami pilih karena harganya yang cukup terjangkau. Ya walaupun waktu tempuh yang agak lama sekitar 5 jam). di samping itu karena kami memang berencana membawa motor sampai ke pulaunya, maka hanya kapal Fery jadi pilihan yang paling tepat. 

Sebelum berangkat, kami membeli beberapa bahan logistik untuk menghemat biaya makan dan menyewa beberapa peralatan penunjang lainya seperti hamoock dan kompor portable yang sekiranya asik untuk mendapatkan sensasi yang lebih chill, sambil nyanyi lagu indie nanti di sana, hehehe.

Keberangkatan

Persiapan pun sudah selesai, dan malam itu kami berangkat dari Semarang menuju ke pelabuhan Kartini Kota Jepara hampir tengah malam. Setengah jam menuju pukul 12 tepat. Ini untuk mensiasati jika kondisi kapal sudah penuh, sehingga kami berangkat lebih awal.  Di tengah perjalanan, kami sempat makan nasi goreng di pinggiran pantura, itung-itung pengganjal perut.

Kami sampai di pelabuhan pukul 2 pagi. Di sana ternyata sudah ada beberapa rombongan kecil yang juga akan berwisata ke Karimun Jawa. Kami beristirahat sebentar dan mengecek kembali jadwal kapal yang akan membawa kami menyebrang. Kejutan... Ada perbedaan jadwal yang kami dapat dari internet dan yang tertera di papan pengumuman, dimana ternyata kapal Fery tidak beroperasi pada hari Jumat. Kapal Fery akan menyebrang kembali dari Karimun ke Jepara pada hari Minggu. Dari sini kami sempat bingung karena berarti akan menambah 2 hari lagi perjalanan kami. Nambah waktu, otomatis nambah biaya. Namun kepalang nanggung, ya sudah kami jabani sajalah, haha. 

Anterean loket dibuka pukul setengah 5 pagi. Kami berbegas mengantri setelah melaksanakan sholat subuh. Suasana loket tidak ramai. Namun, tidak bisa disebut sedikit. Untuk menyebarang, kami dikenakan biaya 92,500 dan asuransi 2,000, dan untuk satu motor dikenakan biaya tambahan 81,000. Setelah mendapat tiket kami bergegas masuk ke kapal. Namun, sebelum itu kami harus memperlihatkan surat hasil rapid tes kepada petugas di pintu masuk kapal. Dengan menenggak satu tablet Antimo sebelum naik ke kapal, perjalanan yang ditempuh selama 5 jam menjadi tidak terasa. Sekitar pukul 12 siang, sesuai dengan jadwal waktu tempuh, kapal kami tiba di pelabukan Karimunjawa.

Sesampainya di pelabuhan, kami harus membayar tiket masuk dulu, bagi wisatawan dalam negeri dikenakan sebesar 5,000 per orang dan didata di pos masuk. Di sana akan ada banyak masyarakat lokal yang menawarkan homestay dan paket wisata kepada pelancong-pelancong yang baru tiba di dermaga. Namun, karena kami sudah memutusakan untuk backpacker saja, jadi kami menolak itu semua.

Day 1

Hal pertama yang kami lakukan setelah tiba adalah mencari warteg untuk mengganjal perut. Yang patut banget disyukuri, ternyata kami menemukan warteg yang harganya pas di kantong dan letaknya masih dekat dengan area pelabuhan. Sambil makan kami juga mencari penginapan. Waktu itu kami menggunakan aplikasi OYO dan menemukan hotel dengan diskon yang lumayan besar: satu kamar untuk dua orang full ac dan kamar mandi yang bersih hanya 54,000 tepatnya di hotel Duta Karimun. Karena jadwal yang lebih lama dari rencana awal kami, akhirnya diputuskan hanya memesan untuk 3 malam saja sampai hari sabtu.  Kabar baiknya, ternyata letak warteg tersebut bersebelahan dengan hotel kami, memang kalau sudah rezeki tidak akan kemana, haha.

Di hari pertama kami hanya berencana menuju satu destinasi saja. Setelah istirahat sejenak sampai sore tiba, kami langsung memulai perjalanan ke destinasi tersebut yaitu Pantai Sunset dan Tanjung Belam. Dua pantai ini letaknya bersebelahan. Langit cukup bersahabat waktu itu, dan entah apakah jika tidak pandemi akan sesepi itu, nyatanya disana terasa sepi dan menenangkan.


Menyeduh kopi dan menyanyikan lagu-lagu indie memang paling pas untuk menikmati sunset yang malu-malu di antara awan-awan kala itu. Suasana yang cukup menenangkan isi hati dan pikiran, sangat kontras dengan kehidupan di kota yang cukup penat akan rutinitas yang membosankan. Malamnya tidak ada yang istimewa, kami hanya makan dan memutuskan beristirahat sambil main poker di dalam kamar saja.

Day 2

Hari kedua, kami setelah sholat subuh, langsung berburu sunrise di Pantai Bobby, sekitar pukul lima kami bergegas ke sana dan membawa kompor unuk membuat sarapan. Sesampai kami di sana, langit terlihat kelabu yang menandakan sang surya tak akan memberikan fajar yang indah untuk kami, hanya ada langit mendung dan gerimis yang rintik-rintik tapi tak sendu. Tidak masalah, karena ketenangan pantai bobby kala itu cukup membuat kami nyaman menghabisakan waktu dan menikmati sarapan sederhana di sana, sepertinya kami satu satunya rombongan yang datang berkunjung kala itu. Pantai bobby jadi terlihat makin indah dengan pasir putih dan beberapa ayunan yang cukup aesthetic.

Setelah selesai sarapan kami dibuat penasaran dengan apa yang ada di sebelah timur dari pantai bobby, seperti ada sebuah objek wisata lain yang terlihat dari kejauhan. “Gas-lah,” sahut sahabat saya. Akhirnya kami menyusuri sisi lain dari pulau ini tanpa tahu pasti nama tempat tujuan kala itu. Kami terus menyusuri jalan sampai kami menemukan sebuah perkampungan kecil yang lengkap dengan hewan ternaknya. kami hampir pesimis karena tak kunjung menemukan objek yang kami lihat dari kejauhan tadi. Medan jalan yang makin tidak karuan dan rasa pusing karena jalan becek akibat hujan semalam. Walaupun pada akhirnya kami menemukan sebuah jalan setapak dan sebuah jembatan kayu yang dapat dilalui dengan jalan kaki sehingga membuat semngat datang untuk kembali.


Tebakan kami itu adalah sebuah mini resort atau objek snorkeling yang berdiri tepat di atas air dengan terumbu karang yang cantik di dasarnya. Awalnya kami sempat ragu untuk mampir ke sana karena kami takut jika itu bersifat privat dan sudah ada yang menyewa. Namun, pagi itu sepertinya kosong dan hanya ada seekor kucing yang menjaga tempat itu, kami putuskan berenang dan bersantai di sana sejenak karena memang tempatnya sangat nyaman dan cantik.

Setelah cukup puas dan pakaian kami sudah lumayan kering, akhirnya kami putuskan untuk balik lagi ke hotel karena perut sudah menggonggong karena kosong dan badan cukup lengket rasanya. Sorenya kami hanya bersantai dan menikmati angin di tepi dermaga Karimunjawa sampai matahari benar-benar tenggelam habis dilahap malam.

Day 3

Karena objek yang kami tuju berada di sebelah barat jadi kami tidak lagi berburu sunrise pagi itu. Jumat itu kami mulai dengan berkunjung ke Pantai Alano, cukup indah dan lagi-lagi kami satu satunya grup pengunjung yang datang kala itu. Tidak lama kami di sana, hanya mampir untuk membuat sarapan dan berkeliling di sekitaran pantai sebentar. Setelah itu kami lanjutkan ke pantai yang tak jauh dari situ yaitu Annora. Dan tepat sekali di sini kami masih menjadi satu satunya pengunjung yang ada, cukup kasihan juga melihat beberapa penjual di tepi pantai yang pastinya omset penjualan mereka berkurang drastis, akhirnya kami membeli sedikit cemilan dan air mineral dahulu. Untuk pemandangan saya rasa, pantai Annora adalah salah satu yang terbaik di Karimunjawa karena menyuguhkan pemandangan dari sisi yang berbeda yaitu dari tepi tebing karang.

Sebelum tengah hari kami sudah harus kembali ke hotel dan mencari masjid untuk menunaikan salat Jumat. Tidak susah mencari masjid di pulai ini karena pulau ini masih kental dengan budaya islamnya. Selepasnya kami melanjutkan perjalanan mengunjungi taman mangrove yang terletak di dekat pantai Alano dan Annora tadi. Kami masih jadi satu-satunya pengunjung yang ada.

Dengan membayar tiket masuk 5,000 saja, kita disuguhkan pemandangan hutan mangrove dengan satu bangunan yang ikonik di sana. Memang cukup membosankan karena seperti sudah kurang terurus. Maklum saja dengan kondisi pariwisata yang seperti sedang sekarat karena pandemi ini, membuat semuanya harus mulai dari nol lagi.

Kami melanjutkan perjalanan dengan mengunjungi beberapa pantai di sekitaran situ. Namun ada salah satu objek yang menarik yang kami lihat melalui aplikasi maps, ada sebuah bangunan dengan jembatan memanjang di tengah-tengah pantai, tempat itu bernama Planet House. Dari keterangan yang kami dapat, tempat ini merupakan resort yang menawarkan penginapan dengan bangunan yang berdiri di atas air, dasarnya indah dihiasi terumbu karang dan rumput laut dengan air yang jernih. Kami mencoba untuk mampir dengan niat hanya untuk melihat dan mungkin menggambil beberapa foto saja.

Beruntungnya, kami datang tepat bersama seorang kakek bersama cucunya yang merupakan pemilik dari resort tersebut. Beliau mengizinkan kami untuk sekedar menikmati view kawasannya dan bahkan berenang di sekitaran sana. Suasananya cukup sepi karena memang sedang ditutup untuk sementara. Akhirnya kami menghabiskan sore kami dengan berenang dan menikmati keindahan di sana. Dan hari itu ditutup dengan tidur yang sangat nyenyak dalam kamar kami.

Day 4



hari keempat kami sudah harus checkout dari hotel tempat kami menginap saat tengah hari. Jadi, paginya kami habiskan waktu dengan berenang lagi di Floating Paradise yang merupakan objek yang kami temukan setelah berkunjung ke pantai Bobby. Tempat ini sangat cocok untuk berenang karena kedalamannya yang tidak terlalu dalam. Ya, walaupun medan yang kami lalui cukup berat bahkan kami masih sering menemui binatang liar yang nongkrong di pinggir jalan seperti biawak saat perjalanan menuju ke sana.

Puas berenang dan menghabisakan sarapan yang kami masak sendiri akhirnya kami harus kembali ke hotel dan berberes sekaligus checkout siang itu. Setelah menyelesaikan urusan dan makan siang, kami sudah merencakan untuk menuju ke objek yang kami siapkan sebelumnya untuk berburu sunset di pantai laendra sunset. Ternyata saat sudah akan sampai di pantai tersebut jalan akses masuknya sedang diperbaiki dan kami diarahan untuk menuju ke sebelah dari pantai laendra yang mana ternyata adalah resort yang lagi-lagi kosong dan terlihat terbengkalai. Ssore itu kami berhasil mendapat sunset yang lumayan cerah dan menikmatinya sampai matahari tenggelam sampai senja habis berganti malam.

Setalah malam datang ternyata ada satu objek ikonik dari pulau karimunjawa yang belum kami kunjungi yaitu batu yang dibuat bertuliskan karimunjawa yang biasa dipakai oleh orang-orang kebanyakan. Kami tiba di sana sudah cukup malam sudah tidak ada niatan untuk mengabadikan, hanya singgah sebentar karna menggugurkan dahaga penasaran. malam itu ditutup dengan nongkrong dan main catur sampai pagi di salah satu warung kopi di kota sampai setelah subuh akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke dermaga untuk mengurus tiket dan masuk ke kapal. Dan akhirnya kami semua terlelap sampai kapal sudah dekat dengan pelabuhan Jepara.


Perjalanan saya pada kali ini cukup menyimpan kesan yang medalam bagi saya dan sahabat-sahabat saya, karena memang perjalanan ini ditujukan untuk menghabiskan waktu bersama sebelum perpisahan kami setelah wisuda. Ada banyak tempat, peristiwa dan pertemuan dengan banyak orang baik sepanjang perjalanan ditambah wabah virus COVID19 ini yang memberikan citarasa tersendiri yang melengkapi cerita liburan saya kali ini haha. Yang pasti, akan selalu terkenang dalam hati saya.


Bersama saya @bimadesyam, dan sahabat sahabat saya @irfathurrahman @abiyutsabit @fikiandriawan

Untuk yang mau tau rincian biaya perjalanan saya berikut saya lampirkan rinciannya, siapa tahu bisa memberikan satu pandangan kepada kalian:

Tiket kapal + asuransi (PP): 2x rp.94.500 : Rp. 189.000
Iuran motor karena boncengan saya itung jadi 1x : Rp. 81.000
rapid tes: Rp. 70.000
tiket masuk dan mangrove: Rp. 10.000
penginapan 4hari 3malam: Rp 81.000
logistik: 70.000

Biaya logistik murah karena kami membawa beberapa mie instan dan makan hanya di warteg saja, total-total kurang lebih 600 rb-an saja. 


terimakasih @faridaumi23 atas bantuan dalam menyunting tulisan ini :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

¯